Hadits Idza Mata Ibnu Adam

Makna Hadits Idza Mata Ibnu Adam – Pesan Kekalnya Pahala di Akhirat

Diposting pada

 

Hasiltani.id – Makna Hadits Idza Mata Ibnu Adam – Pesan Kekalnya Pahala di Akhirat. Dalam ajaran Islam, Hadits Idza Mata Ibnu Adam merupakan petunjuk yang menyingkap tabir makna penting terkait nasib amal perbuatan seseorang setelah meninggal dunia.

Hadits ini menjadi pijakan bagi umat Muslim untuk memahami bahwa meski amal seseorang terputus dengan kematian, terdapat tiga hal yang mampu melanjutkan aliran pahala di kehidupan sesudah mati.

Salah satu ulama terkemuka, Imam An-Nawawi, turut memberikan penjelasan mendalam terhadap makna dan implikasi hadits ini.

Mari kita telaah bersama bagaimana Hadits Idza Mata Ibnu Adam membuka pintu pemahaman mendalam terkait keabadian pahala dan manfaat amal di sisi Allah SWT.

Hadits

Hadits merupakan salah satu dari empat sumber hukum Islam yang disepakati oleh para ulama. Hadits menjadi pedoman bagi umat Muslim untuk menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran.

Dalam buku “Memahami Ilmu Hadits” karya Asep Herdi, secara etimologis, hadits diartikan sebagai jadid, qarib, dan khabar.

Jadi bermakna yang baru, berlawanan dengan qadim yang berarti yang lama. Sementara qarib berarti yang dekat atau yang belum lama terjadi.

Kemudian, khabar memiliki arti warta, yaitu sesuatu yang diucapkan dan disampaikan dari satu individu kepada individu lainnya.

Secara terminologis, hadits diartikan sebagai ucapan dan segala perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Secara bahasa, hadits bermakna perkataan, percakapan, atau berbicara.

Definisi hadits dibagi menjadi tiga kategori, yakni perkataan Nabi (qauliyah), perbuatan Nabi (fi’liyah), dan segala keadaan Nabi (ahwaliyah).

Beberapa ulama, seperti at-Thiby, berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda, perbuatan, dan taqrir Nabi. Selain itu, hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan taqrir para sahabat dan Tabi’in.

Hadits memiliki makna yang relatif sama dengan sunnah, khabar, dan atsar, meskipun penyebutannya bisa digunakan secara bersamaan atau dibedakan.

Dengan demikian, hadits memegang peranan penting sebagai sumber penjelasan dan pelengkap terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Quran, menjadi warisan perbuatan dan ajaran Nabi Muhammad SAW yang menjadi pedoman bagi umat Islam.

Makna Hadits Idza Mata Ibnu Adam

Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Baca Juga :  Hadits Tentang Hari Kiamat dalam Arab dan Artinya

“Idza mata ibnu adam ingkotoa amaluhu illa min tsalaasin, Shodaqoh jariyah au ilminyungfa’ubihi au waladin sholihin yad’ulahu”

Artinya:

Ketika seseorang meninggal dunia, amal perbuatannya terputus, kecuali dari tiga hal: sedekah yang terus mengalir manfaatnya, ilmu yang memberikan manfaat, atau anak yang saleh yang senantiasa mendoakannya. (HR Muslim).

Dalam hadits idza mata ibnu adam ini, Rasulullah SAW memberikan pemahaman yang mendalam tentang nasib amal perbuatan seseorang setelah meninggal dunia.

Beliau menjelaskan bahwa setelah kematian, seseorang tidak lagi memiliki kesempatan untuk melakukan amal baik yang dapat menambah nilai pahala, maupun amal buruk yang dapat menambah beban dosa.

Dengan kata lain, kondisi kematian merupakan titik akhir dari kesempatan seseorang untuk mengubah nasib akhiratnya melalui amal perbuatan.

Amal-amal yang telah dilakukan selama hidup akan menjadi penentu tempat di alam akhirat.

Meskipun demikian, hadits ini juga mengajarkan bahwa seseorang yang telah meninggal masih bisa merasakan manfaat dari amal perbuatan orang lain yang masih hidup.

Sebagai contoh, hadits tersebut menyebutkan bahwa amal shaleh anak yang senantiasa berbuat kebaikan dan mendoakan orang tua yang telah meninggal dapat menjadi sumber manfaat bagi orang tua tersebut di alam akhirat.

Dengan demikian, hadits ini mengingatkan kita tentang pentingnya berbuat baik selama hidup, karena amal kebaikan yang kita lakukan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga dapat menjadi penenang dan pembawa manfaat bagi orang-orang yang telah meninggal.

Sama halnya dengan sedekah jariyah, seperti contohnya wakaf dari seseorang yang kini telah meninggal.

Selama wakaf tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang untuk melaksanakan ibadah dan berbuat kebaikan, selama itu pula orang yang telah meninggal akan terus menerima pahala atas manfaat yang berasal dari wakafnya.

Hal ini menegaskan bahwa, meskipun amal perbuatan seseorang terputus setelah kematian, namun ia masih dapat meraih manfaat dari amal yang dilakukan oleh orang lain yang masih hidup.

Sebagai contoh lain, orang yang telah meninggal masih dapat menerima manfaat dari bacaan Al-Quran yang dilakukan oleh seseorang yang mendoakan agar pahala dari bacaan tersebut disampaikan kepada si mayit.

Sebagai contoh doa yang mungkin diucapkan:

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻭْﺻِﻞْ ﺛَﻮَﺍﺏَ ﻣَﺎ ﻗَﺮَﺃْﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻓُﻼَﻥ، ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Artinya:

“Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaanku kepada almarhum si fulan, dengan izin-Mu, ya Allah.”

Imam An-Nawawi menyampaikan dalam syarah kitab Shahih Muslim:

Baca Juga :  Amalan Surat Yusuf Ayat 4 Pemikat Wanita

Dalam hadits idza mata ibnu adam ini, Rasulullah SAW memberikan pemahaman bahwa amal perbuatan seseorang yang telah meninggal dunia terputus seiring dengan kematiannya. Pembaruan pahala atas amal tersebut juga terputus, kecuali dalam tiga hal tertentu. Tiga hal tersebut merupakan sebab dari kesinambungan pahala setelah kematian, yaitu melalui anak yang menjadi hasil dari usahanya, ilmu yang diajarkannya atau ditulisnya, dan sedekah jariyah seperti wakaf.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun amal seseorang terputus setelah kematian, namun masih ada peluang untuk mendapatkan pahala melalui kesinambungan amal dalam tiga aspek tersebut.

Pendapat Ibnul Qayyim al-Jauziyah, seorang ulama yang diikuti oleh beberapa orang, menambahkan pemahaman terhadap hadits ini.

Menurutnya, dugaan bahwa amal seseorang yang telah meninggal terputus kemanfaatannya adalah keliru.

Rasulullah SAW tidak menyatakan bahwa manfaat amal terputus, melainkan amalnya yang terputus. Amal orang lain, jika dikirimkan kepada orang yang telah meninggal, akan sampai pahalanya.

Dengan demikian, amal yang terputus merupakan suatu urusan, sementara amal yang masih dapat memberikan manfaat bagi orang yang telah meninggal adalah urusan yang berbeda.

Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kita masih memiliki peran dalam mendukung kesejahteraan orang yang telah meninggal melalui amal ibadah kita yang terus dilakukan dengan niat mendoakan mereka.

Hadis ini menggambarkan bahwa setelah seseorang meninggal dunia, amal perbuatannya akan terputus, kecuali ada tiga jenis amal yang tetap mengalir pahalanya meski orang tersebut sudah meninggal dunia.

Dunia diibaratkan sebagai tempat menabur benih, sedangkan akhirat sebagai tempat mengetam. Penyesalan yang mendalam tidak akan memberi manfaat bagi seseorang yang meninggal dunia tanpa disertai amal sholeh selama hidupnya di dunia. Setelah seseorang meninggal dunia, terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara.

Contoh dari amal yang terputus setelah meninggal adalah salat duha dan membaca Al-Qur’an. Meskipun selama hidupnya seseorang rajin melaksanakan salat duha dan membaca Al-Qur’an, setelah meninggal dunia, amal tersebut terputus dan tidak ada tambahan pahala dari salat duha dan membaca Al-Qur’an.

Namun, terdapat tiga amal yang tidak akan terputus dan tetap akan mengalir pahalanya meskipun seseorang sudah meninggal dunia, yaitu:

  1. Sadaqah Jariyah: Bentuk amal berupa sesuatu yang terus-menerus memberikan manfaat, seperti wakaf tanah, buku-buku, lembaga-lembaga pendidikan, dan sebagainya.
  2. Ilmu yang Bermanfaat: Melibatkan pengajaran kepada orang lain atau murid, mengarang buku, dan amal-amal lain yang memberikan manfaat ilmu.
  3. Anak Sholeh yang Selalu Berdoa untuk Orang Tua: Anak yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya, taat, dan memberikan manfaat bagi orang tuanya, agama, nusa, dan bangsa. Meskipun doa anak kepada orang tua dijelaskan, bukan berarti doa dari orang lain tidak diterima. Doa dari siapapun memiliki kedudukan yang sama, seperti saat jamaah berdoa untuk seseorang yang lebih tua.
Baca Juga :  Amalan Wirid untuk Bertemu Sodara Kembar Kita

Oleh karena itu, bagi yang tidak memiliki anak, tidak perlu berkecil hati, tetaplah meminta doa kepada orang lain agar mendoakan dengan sebaik-baiknya.

Hal ini karena tidak ada alasan bahwa doa dari orang lain tidak akan sampai, sebagaimana terjadi ketika ada seseorang yang meninggal dan pasti akan ada doa serta salat jenazah, yang membuktikan bahwa kita membutuhkan doa dari orang lain.

Baca juga:

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Hadits Idza Mata Ibnu Adam.

Dalam penutupan artikel ini, Hadits Idza Mata Ibnu Adam mengajarkan kita sebuah pelajaran mendalam tentang kekekalan pahala di sisi Allah SWT.

Meskipun hidup manusia di dunia ini bersifat sementara, hadits ini memberikan keyakinan bahwa tiga jenis amal—sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh—mampu memperpanjang aliran pahala setelah seseorang meninggal dunia.

Melalui pemahaman ini, kita diajak untuk merenung tentang nilai sejati amal perbuatan kita, sejauh mana amal tersebut akan menjadi investasi kekal di akhirat.

Hadits ini menjadi pencerminan kebijaksanaan Islam dalam mengajarkan keabadian nilai-nilai luhur di tengah kehidupan yang fana.

Semoga pemahaman mendalam tentang Hadits Idza Mata Ibnu Adam dapat menjadi pendorong bagi kita untuk meningkatkan kualitas amal ibadah dan memberikan dampak positif yang berkesinambungan, bahkan setelah meninggalkan dunia ini.

Dengan demikian, kita dapat berharap agar pahala yang kita tanamkan di dunia ini akan menjadi ladang kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak.

Terimakasih telah membaca artikel Hadits Idza Mata Ibnu Adam ini, semoga informasi mengenai Hadits Idza Mata Ibnu Adam ini bermanfaat untuk Sobat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *