Nun Wiqoyah

Memahami Konsep Nun Wiqoyah dalam Tajwid dan Tata Bahasa Arab

Diposting pada

Hasiltani.id – Memahami Konsep Nun Wiqoyah dalam Tajwid dan Tata Bahasa Arab. Pada artikel ini, kita akan menjelajahi konsep penting dalam bahasa Arab yang dikenal dengan sebutan “Nun Wiqoyah.”

Nun Wiqoyah merupakan salah satu aturan tajwid dan tata bahasa Arab yang memiliki peran krusial dalam memahami dan membaca dengan benar dalam bahasa Arab, terutama ketika kita berbicara tentang Al-Qur’an, teks suci umat Islam.

Nun Wiqoyah merupakan hal yang tidak asing dalam Ilmu Nahwu dan Tajwid, dan pemahaman yang baik tentang konsep ini sangat penting untuk memastikan pengucapan yang tepat dalam membaca dan memahami teks suci Al-Qur’an.

Dalam artikel ini, kita akan menguraikan konsep Nun Wiqoyah, kapan dan bagaimana ia digunakan, serta pentingnya pemahaman akan aturan ini dalam membaca dan memahami Al-Qur’an dengan benar.

Nun Wiqoyah

Istilah “nun wiqoyah” (نون الوقاية) dalam Ilmu Nahwu sudah menjadi hal yang familiar. Terutama saat kita membahas kalimat fiil dengan isim dhomir, terutama isim dhomir ya’ mutakallim (ياء المتكلم).

Secara etimologi, istilah ini terdiri dari dua kata, yaitu “nun” yang berarti huruf hijaiyyah “nun,” dan “wiqoyah” yang berarti penjaga atau pelindung.

“Nun wiqoyah,” yang juga dikenal sebagai “nun imad” (‌نون العماد), dapat diibaratkan sebagai firewall atau antivirus dalam dunia digital. Dalam teknologi digital, sebuah program dianggap normal jika terlindungi dari infeksi virus.

Hal ini dapat dicapai dengan memberikan perlindungan berupa antivirus atau bentuk perlindungan lainnya. Demikian pula dalam Ilmu Nahwu, “nun wiqoyah” berfungsi sebagai alat untuk menjaga dan melindungi struktur kalimat dari kesalahan tata bahasa.

Pengertian Nun Wiqoyah

Nun wiqoyah adalah istilah yang merujuk pada huruf “nun” tambahan yang ditempatkan di antara kalimat fi’il dan isim dhomir ya’ mutakalim.

Dalam konteks ini, “mutakalim” mengacu pada pembicara (misalnya, “aku” atau “ku”). Contoh penggunaannya dapat ditemukan dalam kata “akramani” (أكْرَمَنِي), yang berarti “Dia memuliakanku.”

Baca Juga :  Asmaul Khomsah – Pengertian, Syarat, Irab dan Contohnya

Penggunaan nun wiqoyah seperti dalam contoh di atas muncul saat sebuah kata kerja, dalam hal ini “أكْرَمَ” (akrama), hendak disambungkan dengan isim dhomir “ya’” (ي) untuk membentuk kata “أكْرَمَي” (akramay).

Namun, dalam tata bahasa Arab, tidak diizinkan untuk menghubungkannya secara langsung seperti itu. Oleh karena itu, nun wiqoyah diperkenalkan dan ditambahkan ke dalam kata, sehingga menjadi “أكْرَمَنِي” (akramani).

Konsep “nun tambahan” ini merujuk pada fakta bahwa huruf ini bukan bagian asli dari kata kerja (fi’il) maupun isim dhomir.

Nun wiqoyah harus ditambahkan di antara kata kerja dan isim dhomir ya’, dan penambahan ini diatur oleh aturan tata bahasa Arab, yang mewajibkannya.

Tujuan utama pemberian nun wiqoyah adalah untuk menjaga akhir kata kerja (fi’il) agar tidak terbaca sebagai kasrah, karena dalam bahasa Arab, umumnya dihindari membaca kata kerja dengan kasrah.

Istilah “kalimat fi’il” mencakup semua jenis kata kerja, baik itu fi’il madhi (kata kerja lampau), mudhari’ (kata kerja sekarang), atau fi’il amar (kata kerja perintah).

Ini juga mencakup kalimat fi’il yang jamid (tetap) maupun mutasharif (berubah bentuk). Selain itu, ini juga berlaku ketika memasukkan isim fi’il ke dalam kalimat.

Isim dhomir ya’ mutakalim mengacu pada ya’ yang menunjukkan pembicara (misalnya, “aku”). Ini juga dikenal sebagai ya’ nafsi (ياء النفس).

Jadi, fungsi utama nun wiqoyah adalah untuk menjaga akhir kata kerja (fi’il) agar tidak terbaca sebagai kasrah ketika bertemu dengan isim dhomir ya’ mutakalim.

Oleh karena itu, posisi nun wiqoyah terletak di antara kata kerja (fi’il) dan isim dhomir ya’.

Karena nun wiqoyah adalah nun tambahan, ia tidak memiliki i’rob (tanda tata bahasa Arab yang menunjukkan infleksi). Namun, cara membacanya adalah dengan memberi harakat kasrah (tanda vokal kasrah).

Hukum Nun Wiqoyah

Hukum mengenai penggunaan nun wiqoyah dalam bahasa Arab memiliki beberapa kaidah yang harus diperhatikan. Berikut adalah kaidah-kaidah tersebut secara lengkap:

Wajib diberi nun wiqoyah jika:

Terdapat pertemuan antara kalimat fi’il (baik fi’il madhi, fi’il mudhari’, atau amar) dengan isim dhomir ya’ mutakallim. Ini berarti ketika sebuah kata kerja bertemu dengan isim dhomir yang menunjukkan pembicara (ya’ mutakallim), maka wajib diberi nun wiqoyah. Contohnya seperti dalam kata “أَكْرَمَنِي” (akramani) yang telah dijelaskan sebelumnya.

Baca Juga :  Penjelasan Tentang إذا Idza Secara Lengkap

Terjadi pertemuan antara huruf jar “min” (مِنْ) atau “‘an” (عَنْ) dengan isim dhomir ya’ mutakallim. Dalam situasi ini, kedua huruf tersebut harus dibaca dengan tasydid (penekanan ganda) dan diberi nun wiqoyah. Contoh penggunaannya adalah “مِنِّيْ” (minni) dan “عَنِّيْ” (‘anni).

Jawaz atau boleh diberi nun wiqoyah pada:

Lafadz “لَدُنْ,” “إِنَّ,” “لَعَلَّ,” dan kata-kata serupa ketika bertemu dengan isim dhomir ya’ mutakallim. Ini berarti penggunaan nun wiqoyah di sini bersifat opsional (boleh atau tidak). Namun, lebih umumnya, nun wiqoyah akan ditempatkan. Sebagai contoh, kata “لَدُنْ” (ladun) atau “إِنَّ” (inna) ketika bertemu dengan isim dhomir ya’ mutakallim. Kata “ليتَ” (layta) juga seringkali disertai nun wiqoyah dalam konteks ini.

Contoh Nun Wiqoyah dan Artinya

Berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan nun wiqoyah dalam kalimat-kalimat Arab beserta artinya:

  1. “يُكْرِمُنِي” (yukrimuni) – Artinya “dia (laki-laki) memuliakanku.”
    • Ini adalah contoh kalimat fi’il (kata kerja) dalam bentuk mufrad (tunggal) yang bertemu dengan isim dhomir “ni” (نِ) yang menunjukkan aku/aku.
  1. “تُكْرِمُوْنَنِي” (tukrimuunani) – Artinya “mereka memuliakanku.”
    • Ini adalah contoh kalimat fi’il dalam bentuk jamak yang bertemu dengan isim dhomir “ni” yang juga menunjukkan aku/aku.
  1. “أَكْرَمْتَنِي” (akramtani) – Artinya “engkau menghormatiku.”
    • Ini adalah contoh kalimat fi’il dalam bentuk mufrad yang bertemu dengan isim dhomir “ni.”
  1. “أكرَمَتْني” (akramatni) – Artinya “dia (perempuan) menghormatiku.”
    • Ini adalah contoh kalimat fi’il dalam bentuk mufrad yang bertemu dengan isim dhomir “ni.”

Dalam semua contoh di atas, nun wiqoyah (نِ) ditempatkan setelah kata kerja (fi’il) dan sebelum isim dhomir “ni” (نِ), sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan sebelumnya.

Nun wiqoyah berfungsi untuk menjaga agar akhir kata kerja tidak terbaca sebagai kasrah ketika bertemu dengan isim dhomir ya’ mutakallim yang menunjukkan pembicara.

Contoh Nun Wiqoyah dalam al Quran

Berikut adalah beberapa contoh penggunaan nun wiqoyah dalam Al-Qur’an beserta artinya:

Surah Al-Anbiya’ Ayat 89:

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ Artinya: “Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.’”

Pada ayat ini, terdapat nun wiqoyah pada kata “تَذَرْنِي” (tadzarni), yang berfungsi untuk menjaga akhir kata kerja “ذَرْنِي” (tadzarni) agar tidak terbaca sebagai kasrah ketika bertemu dengan isim dhomir “ni” (نِ).

Baca Juga :  Pembahasan Mengenai Huwa Huma Hum atau Isim Dhomir

Surah Al-Fajr Ayat 24:

يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي Artinya: “Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.’”

Pada ayat ini, terdapat nun wiqoyah pada kata “قَدَّمْتُ” (qaddamtu), yang menjaga akhir kata kerja agar tidak terbaca sebagai kasrah ketika bertemu dengan isim dhomir “li” (لِ).

Surah Al-Kahfi Ayat 24:

وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ Artinya: “Dan dia (Musa) berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’”

Pada ayat ini, terdapat nun wiqoyah pada kata “مِنَ الْمُسْلِمِينَ” (min al-muslimin), yang menjaga akhir kata “مِنَ” (min) agar tidak terbaca sebagai kasrah ketika bertemu dengan isim “al-muslimin.”

Surah Yasin Ayat 23:

إِن يُرِيدْنِ Artinya: “Jika Dia menghendaki.”

Pada ayat ini dalam bacaan Surah Yasin, terdapat nun wiqoyah pada kata “يُرِيدْنِ” (yuridni), yang menjaga akhir kata kerja “يُرِيدْ” (yurid) agar tidak terbaca sebagai kasrah ketika bertemu dengan isim dhomir “ni” (نِ).

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Nun Wiqoyah.

Dalam penutup artikel ini, kita telah menjelajahi konsep dan contoh penggunaan “Nun Wiqoyah” dalam bahasa Arab, terutama dalam konteks Al-Qur’an.

Nun Wiqoyah adalah salah satu aturan penting dalam tajwid dan tata bahasa Arab yang membantu menjaga kebenaran pengucapan kata-kata, terutama ketika kata kerja bertemu dengan isim dhomir ya’ mutakallim.

Penggunaan Nun Wiqoyah adalah salah satu aspek penting dalam memahami dan membaca Al-Qur’an dengan benar, karena kesalahan dalam pengucapan dapat mengubah makna dari ayat-ayat suci tersebut.

Oleh karena itu, memahami aturan-aturan tajwid dan tata bahasa Arab seperti Nun Wiqoyah adalah suatu keharusan bagi mereka yang ingin memahami dan membaca Al-Qur’an dengan baik.

Semoga artikel ini telah memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konsep Nun Wiqoyah dan pentingnya penerapannya dalam bahasa Arab dan membaca Al-Qur’an dengan baik.

Teruslah belajar dan mendalami ilmu bahasa Arab untuk memperdalam pemahaman kita terhadap ajaran Al-Qur’an.

Terimakasih telah membaca artikel Nun Wiqoyah ini, semoga informasi mengenai Nun Wiqoyah ini bermanfaat untuk Sobat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *