Dzikir Hashontukum

Penjelasan dan Tujuan dari Dzikir Hashontukum

Posted on

Hasiltani.id – Penjelasan dan Tujuan dari Dzikir Hashontukum. Dzikir Hashontukum, sebagai rangkaian doa yang diwariskan oleh Hadhratusy Syaikh Romo KH Ahmad Asrori Al Ishaqi, menjadi cahaya spiritual yang menerangi perjalanan hidup setiap individu.

Dalam kesibukan sehari-hari, seringkali kita terjebak dalam dinamika kehidupan yang penuh dengan tantangan dan godaan.

Namun, melalui dzikir ini, kita diajak untuk merenung, memusatkan perhatian, dan memohon perlindungan kepada Sang Pencipta.

Dzikir Hashontukum bukan sekadar kumpulan kata-kata, melainkan sebuah wadhifah harian yang memiliki tujuan besar: melindungi diri dan orang-orang tercinta dari berbagai ancaman, baik yang terlihat maupun yang tak kasat mata.

Dalam keindahan doanya, tersemat kekuatan yang mampu membentengi hati dan menjaga kesucian jiwa dari energi negatif di sekitar.

Mari kita bersama-sama menyelami makna dzikir ini, memahami kearifan yang terkandung di dalamnya, dan menggali manfaat yang dapat membimbing kita menuju kehidupan yang lebih baik.

Dengan memulai perjalanan ini, kita membuka pintu bagi keberkahan dan ketentraman yang dijanjikan oleh Dzikir Hashontukum.

Dzikir Hashontukum

حَصَنْتُكُمْ بِالْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ أَبَدَا وَدَفَعْتُ عَنْكُمُ السُّوْءَ بِأَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعِلِيِّ الْعَظِيْمِ

Artinya: “Aku melindungi kalian dengan kekuatan Tuhan yang Maha Hidup dan Perkasa, yang tidak akan pernah mati selamanya. Aku menolak kejahatan agar menjauh dari kalian dengan bantuan-Nya, yang Maha Tinggi dan Agung.”

Bagi santri Al Fithrah dan Jamaah Al Khidmah, dzikir Hashantukum yang dibaca setelah shalat maghrib, subuh, dan setelah khususnya, sudah menjadi bagian dari rutinitas harian yang diamanahkan oleh Hadhratusy Syaikh Romo KH Ahmad Asrori Al Ishaqi.

Namun, mungkin masih ada di antara kita yang belum memahami sepenuhnya makna, hakikat, dan tujuan dibacanya dzikir tersebut.

Dari hasil penelusuran kami, dzikir Hashantukum terdapat dalam beberapa kitab penting seperti al-Adzkar karya Imam An Nawawi (w. 676 H.), al-Iqna’ dan Mughnil Muhtaj karya Ahmad asy-Syirbini al-Khathib (w. 977 H.), Hasyiyah al-Bujayrami karya Sulaiman al-Bujayrami (w. 1221 H.), dan I’anatuth Thalibin karya Sayyid al-Bakri (w. setelah tahun 1302 H.). Semua merujuk pada keterangan yang disampaikan oleh al-Qadhi Husain (w. 462 H.) dalam kitabnya at-Ta’liq.

Dalam al-Adzkar, Imam Nawawi merujuk pada kisah yang menceritakan suatu hari seorang Nabi AS yang memandang kaumnya. Melihat pertumbuhan jumlah mereka, Nabi tersebut takjub. Namun, tiba-tiba tujuh puluh ribu dari kaumnya meninggal dunia.

Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi itu, menyatakan bahwa pandangannya telah menyebabkan kematian mereka, dan jika Nabi itu melindungi mereka dengan doa tertentu, mereka tidak akan binasa. Nabi pun diajarkan doa tersebut, yang kita kenal sebagai dzikir Hashantukum.

Baca Juga :  Amalan Sholawat Penglaris Jualan atau Dagangan

Dalam riwayat Imam Nawawi, tidak disebutkan sebanyak tiga kali penyebutan “alfi.” Namun, dalam riwayat asy-Syirbini al-Khatib dan Sayyid Bakri, penyebutan “alfi” disertakan, walaupun hanya satu kali.

Penambahan “alfi” sebanyak tiga kali dalam dzikir Hashantukum, seperti yang diajarkan Hadhratusy Syaikh, mungkin bertujuan untuk menekankan kekuatan dan keamanan yang lebih kokoh.

Imam Nawawi memasukkan dzikir ini dalam bab yang membahas reaksi seseorang saat melihat sesuatu pada dirinya, anaknya, hartanya, atau hal lain yang dapat menimbulkan kekaguman atau kekhawatiran.

Hadis yang disampaikan oleh Imam Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa penyakit ‘ain (akibat pandangan mata yang penuh hasad) adalah nyata.

Dengan demikian, dzikir Hashantukum memiliki landasan dalam hadis-hadis yang mengingatkan akan keberadaan penyakit ‘ain dan merupakan cara untuk melindungi diri dari dampak buruknya.

Dalam riwayat lain, disampaikan:

“Penyakit ‘ain (yang disebabkan oleh sorotan mata yang dengki) adalah haq (benar), syaitan dan kedengkian anak Adam hadir (berperan) pada penyakit itu.” [HR. Ath Thabrani dalam Musnad Asy Syamiyyin]

Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Al Bukhari, dari Ibnu ‘Abbas, beliau menyampaikan:

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ وَيَقُولُ إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ.

Artinya: Nabi SAW selalu memohon perlindungan bagi Hasan dan Husein (dua cucunya) dengan berkata, “Sesungguhnya nenek moyang kalian, yakni Ibrahim, pernah memohon perlindungan untuk Isma’il dan Ishaq dengan kalimat ini:

‘A’uudzu bi kalimaatillaahit taammati min kulli syaitaani wa haammatin wa min kuli ‘ainin laammah’ (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap syaitan dan segala makhluk berbisa, serta dari setiap mata jahat yang mendatangkan petaka).”

Dalam riwayat yang lain, Nabi SAW berdoa memohon perlindungan untuk Hasan dan Husain dengan membaca:

“U’iidzukumaa bikalimaatillaahit taammah min kulli syaithaanin wa haammatin wa min kulli ‘ainin laamatin

Artinya:

(Aku memohon perlindungan kepada Allah untuk kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari setiap kejahatan setan dan binatang berbisa yang mematikan, dan dari setiap mata yang hasud).” Lalu beliau bersabda, “Dahulu bapak kalian (Ibrahim) juga memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat itu untuk kedua anaknya; Isma’il dan Ishaq.”

Dari beberapa hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa pandangan mata seseorang, dengan izin Allah SWT, memiliki potensi membahayakan orang lain.

Namun, bahaya tersebut hanya terjadi jika pandangan tersebut disertai dengan rasa dengki atau takjub terhadap objek yang dipandang.

Baca Juga :  Makna Hadits Idza Mata Ibnu Adam - Pesan Kekalnya Pahala di Akhirat

Al-Qur’an juga mencatat kejadian di mana orang-orang kafir hampir menggelincirkan Nabi Muhammad SAW dengan pandangan mereka ketika mendengar Al-Quran, menyebutnya sebagai orang yang gila. Ini menegaskan bahwa pandangan yang penuh kedengkian dapat menjadi sumber bahaya.

Dari beberapa hadis yang telah disampaikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pandangan mata seseorang – dengan seizin Allah SWT tentunya – bisa berpotensi membahayakan orang lain.

Namun, potensi bahaya ini hanya muncul ketika pandangan tersebut disertai oleh perasaan dengki atau takjub terhadap objek yang dipandang. Al-Qur’an juga mencatat perihal pandangan yang dapat membahayakan ini, di mana Allah SWT berfirman:

وَإِنْ يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ.

Artinya:
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir saja membuatmu tergelincir dengan pandangan mereka ketika mereka mendengar Al-Qur’an, dan mereka berkata: ‘Sungguh, dia (Muhammad) benar-benar orang yang gila.’” [QS. Al Qalam: 51]

Menurut kebiasaan yang berlaku di tanah Arab, seseorang dapat membahayakan binatang atau manusia dengan menunjukkan pandangan tajam.

Upaya semacam ini juga hendak dilakukan terhadap Nabi Muhammad SAW, namun Allah SWT melindunginya sehingga terhindar dari bahaya tersebut, sesuai dengan janji Allah dalam surat Al-Maidah ayat 67.

Kekuatan pandangan mata tersebut, pada masa sekarang, dikenal dengan istilah hipnotisme.

Dalam suatu riwayat dari Shuhaib, pada hari Hunain, Rasulullah SAW menggerakkan kedua bibirnya setelah menunaikan shalat Fajar, suatu tindakan yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami melihat Anda melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan sebelumnya. Apa maksud Anda menggerakkan kedua bibir Anda?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya para Nabi sebelum kalian terkagum-kagum dengan banyaknya umatnya. Maka Nabi itu berkata, ‘Mereka ini tidak diinginkan oleh sesuatu pun.’ Akhirnya Allah mewahyukan padanya, ‘Hendaklah kamu memilih salah satu dari tiga hal yaitu: mereka dikalahkan oleh musuh dari selain golongan mereka dan dibinasakan. Atau (mereka ditimpa) kelaparan, atau kematian yang akan menjemput mereka.’ Sang Nabi itu pun bermusyawarah dengan mereka. Mereka berkata, ‘Jika mereka adalah musuh, kami tidak akan tunduk kepada mereka. Namun, untuk kelaparan, kami tidak akan sabar. Oleh karena itu, biarlah kami dijemput oleh kematian.’ Setelah itu, Allah mengirimkan kematian kepada mereka, sehingga yang meninggal dalam waktu tiga hari mencapai tujuh puluh ribu orang.” Rasulullah SAW bersabda, “Maka sekarang aku akan berdoa -saat melihat banyaknya jumlah mereka-, ‘Allahumma bika uhaawil wabika ushaawil wabika uqaatil (Ya Allah, kepada-Mu kuserahkan segala daya dan upaya, dengan-Mu kami menyerang, dan dengan kekuatan-Mu kami berperang).’” [HR. Ahmad dll.]

Baca Juga :  Keutamaan dan Makna Spiritual Sholawat Mudhoriyah

Tujuan dari Dzikir Hashontukum

Dari penelitian kita, dapat dipahami bahwa tujuan dari dzikir Hashantukum adalah untuk memberikan perlindungan kepada individu yang ada di sekitar kita, termasuk anak-anak, keluarga, murid, dan lain sebagainya.

Fokus utamanya adalah agar mereka terhindar dari potensi bahaya yang dapat timbul akibat pandangan orang-orang yang penuh dengki, praktik sihir, atau gangguan jin.

Dzikir ini diarahkan untuk membawa berkah dan perlindungan dari Allah SWT, sehingga dapat menjaga keamanan dan kesejahteraan mereka.

Melalui pengulangan kata-kata yang kuat dalam dzikir ini, seperti “alfi” yang disertakan sebanyak tiga kali, terlihat adanya penegasan dan penekanan pada kekuatan doa tersebut.

Dengan begitu, dzikir Hashantukum menjadi sarana spiritual yang memperlihatkan kepedulian terhadap keselamatan dan kebahagiaan orang-orang terdekat.

Perlindungan yang dimohonkan melibatkan kekuatan Allah yang maha hidup dan perkasa, serta penolakan terhadap segala bentuk keburukan yang dapat merugikan mereka.

Secara keseluruhan, dzikir Hashantukum bukan hanya merupakan amalan ibadah, tetapi juga sebuah upaya proaktif untuk menciptakan lingkungan yang aman dan terlindungi dari energi negatif yang mungkin mengancam keberlangsungan dan kebahagiaan keluarga, murid, dan komunitas lainnya.

Baca juga:

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Dzikir Hashontukum.

Dzikir Hashontukum, sebagai wadhifah harian yang dituntunkan oleh Hadhratusy Syaikh Romo KH Ahmad Asrori Al Ishaqi, mengandung makna mendalam dalam upaya melindungi diri dan orang-orang terdekat dari ancaman berbagai potensi bahaya.

Dengan merenungkan kekuatan doa ini, kita diingatkan akan perlunya menjaga hati dan pandangan, serta senantiasa memohon perlindungan kepada Allah SWT.

Dalam setiap lafaz dzikir yang diucapkan, terdapat sebuah harapan untuk menjadikan lingkungan sekitar lebih aman, damai, dan terlindungi.

Dzikir Hashontukum bukan hanya sekadar rangkaian kata-kata, melainkan juga manifestasi dari rasa tanggung jawab terhadap keamanan spiritual dan fisik bagi mereka yang kita cintai.

Semoga dengan dzikir ini, kita dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan ketenangan hati, menyebarluaskan kebaikan kepada orang lain, dan senantiasa berada di bawah perlindungan-Nya.

Dengan demikian, Dzikir Hashontukum bukan hanya menjadi sebuah amalan rutin, melainkan juga jalan menuju kebahagiaan dan ketentraman bagi kita dan orang-orang di sekitar.

Selamat berdzikir dan semoga keberkahan senantiasa menyertai langkah-langkah kita.

Terimakasih telah membaca artikel Dzikir Hashontukum ini, semoga informasi mengenai Dzikir Hashontukum ini bermanfaat untuk Sobat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *